Firanda ditolak di Aceh
ACEH (gasgasan.com) - Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Muslim Ibrahim, membenarkan bahwa memang ada warga yang tidak setuju dengan kehadiran Ustaz Firanda, dengan alasan pendakwah tersebut "lebih dekat ke aliran Wahabi, sementara yang banyak dianut di Aceh adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah".
"Kami dengar informasi dari luar, misalnya dari rekaman-rekaman (video) dan sebagainya, (isi ceramah Firanda) lebih cenderung ke apa yang diistilahkan sebagai Wahabi," kata Muslim Ibrahim kepada BBC News Indonesia, hari Jumat (14/06).
"Daripada kacau nanti di masyarakat setelah ada ceramahnya, masyarakat meminta agar tak sembarangan mengizinkan penceramah dari luar, yang belum diketahui apa alirannya, agar tak terjadi kekacauan di masyarakat," katanya.
Namun kekhawatiran akan terjadinya "kekacauan di masyarakat" ini ditepis oleh pengurus masjid yang mengundang penceraman yang memiliki nama lengkap Firanda Andirja Abidin tersebut.
"Ustaz Firanda hanya menyampaikan Alquran, hadis, bagaimana beribadah sesuai tuntunan ... ia tak pernah menyinggung ulama-ulama lain. Kami mengatakan ada sesuatu yang salah, itu bukan kami tujukan ke orang per orang. Kami hanya menyatakan ini salah menurut Alquran, ini salah menurut sunah," kata Muslim Usman, pengurus masjid di Banda Aceh yang mengundang Ustaz Firanda.
Firanda ditolak sekompok warga saat memberikan ceramah di Masjid Al-Fitrah Banda Aceh Kamis (13/06).
Ketua MPU, Muslim Ibrahim, mengatakan meski sudah ada yang menyatakan keberatan, Firanda tetap datang ke Aceh untuk memberikan ceramah.
Ia mengungkapkan bahwa keberatan sudah disampaikan ke pemerintah daerah, tapi ia menyebut mungkin pemerintah daerah tak punya waktu untuk melakukan sosialiasi.
"Maka, seperti yang kami terima informasinya, ketika memulai ceramah, ada keributan dengan harapan hari Jumat (Firanda) urung menyampaikan khotbah Jumat dan besoknya dan juga hari Minggu ia juga tak menyampaikan ceramah di Aceh," kata Muslim Ibrahim.
Ketika ditanya apakah MPU pernah melakukan klarifikasi secara langsung ke Firanda terkait isi ceramah-ceramah yang dinilai bermuatan aliran Wahabi dan soal keberatan dari masyarakat di Aceh, Muslim Ibrahim mengatakan pihaknya belum bisa memberikan jawaban apakah sudah ada komunikasi dengan Firanda.
'Jangan ada yang hina ulama Aceh'
"Yang saya tahu, pemerintah daerah sudah setuju agar kali ini, ia tidak memberikan khotbah Jumat dan ceramah," katanya.
Muslim mengatakan dari sisi ajaran, Wahabi tidak terlalu bermasalah.
Tetapi yang dikhawatirkan adalah jika ada cap atau yang mendiskreditkan Muslim lainnya yang tidak satu aliran, termasuk soal baca qunut untuk salat Subuh.
"Yang kami khawatirkan adalah, akan ada ucapan bahwa ulama yang menganjurkan doa qunut sesat dan orang yang sesat masuk neraka. Nah, hina menghina seperti inilah yang kami harapkan tidak terjadi," katanya.
"Kami tidak ingin satu kelompok mengejek kelompok lain di Aceh," katanya.
Ia menambahkan kekhawatiran masyarakat berasal dari rekaman ceramah-ceramah Firanda yang banyak beredar. Ia meminta ke depan, agar pihak-pihak terkait, seperti MPU, mendapatkan tembusan dari panitia yang ingin mendatangkan penceramah ke Aceh.
"Ini bukan berarti Aceh tertutup bagi penceramah dari luar. Tapi Aceh tertutup bagi pihak-pihak yang menghina ulama-ulama Aceh," katanya.
Pengurus masjid yang mengundang Ustaz Firanda, Muslim Usman, mengatakan "tak benar ceramah yang disampaikan mengacaukan masyarakat atau pun menghina ulama-ulama Aceh".
"Ustaz Firanda itu sangat moderat. Jangan sekali menyinggung orang lain. Hanya menyampaikan Alquran, hadis, bagaimana beribadah sesuai tuntunan. Kalau memang ada segilintir orang-orang yang dalam dakwah melecahkan ulama-ulama lain, merendahkan ulama-ulama lain, kami juga tidak setuju dengan cara-cara seperti itu," kata Muslim.
"Dakwah kami adalah dakwah yang santun. Kami tak pernah mendiskreditkan orang, lembaga, atau instansi lain," katanya.
Ia mengatakan penolakan terhadap Ustaz Firanda merupakan bagian dari upaya penolakan serupa yang terjadi di daerah lain di Aceh.
"Mereka mengatakan paham sunnah ini sebagai paham Wahabi, yang harus dihalangi dan tak boleh berkembang di Aceh. Ini yang kami sayangkan," katanya.
Ia mengatakan ada perbedaan, namun "meminta semua pihak untuk berjiwa besar".
"Kami tidak memaksakan paham ke mereka, tidak sama sekali. Mengapa mereka melarang (kami)? Kami mengundang guru kami untuk komunitas kami sendiri, mengapa mereka yang sibuk melarang," katanya.
Insiden penolakan terhadap Firanda terjadi di Masjid Al-Fitrah di Keutapang, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh pada Kamis (13/06) malam.
Laporan media setempat menyebutkan penolakan dan pembubaran paksa ceramah terjadi saat Firanda menyampaikan materi setelah salat Magrib.
Rekaman video yang beredar di media sosial memperlihatkan sekolompok orang masuk ke aula masjid dan terjadi keributan.
Penolakan Wahabi pada 2015
Masjid Baiturrahman, Banda Aceh, pernah menjadi pusat parade penolakan terhadap Wahabi, kata Khairil Miswar.
Khairil Miswar, mahasiswa program pascasarjana di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, mengatakan langkah warga yang menolak Firanda menunjukkan "keresahan masyarakat" karena pemikiran Firanda yang "dianggap menyimpang."
"Dalam pandangan orang-orang ini, penyimpangan-penyimpangan misalnya keyakinan Wahabi bahwa Tuhan bersemayam di atas langit, ini menyimpang dari keyakinan orang dayah (pesantren) di Aceh," kata Khairil yang mempelajari Wahabi di Aceh.
"Kemudian seperti yang sering disampaikan Firanda bahwa orang tua Nabi (Muhamad) masuk neraka. Ini kan tidak bisa diterima oleh orang Aceh," tambahnya.
Ia mengatakan penolakan terhadap ajaran Wahabi bukan yang pertama dan mencapai "puncaknya pada 2015 melalui parade Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jamaah)" yang berpusat di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh dengan para santri menolak Wahabi secara umum."
Khairil juga mengatakan saat ini semakin mudah melacak para santri yang mengikuti "pikiran Wahabi melalui media sosial", sehingga penceramah seperti Firanda diketahui dengan lebih mudah.
0 Response to "Firanda ditolak di Aceh"
Post a Comment